Blog Archive
Powered by Blogger.
Category
- news (18)
- Obrolan Santai (3)
- tips dan trik (30)
Friends List
Tuesday, November 27, 2007
Pengembangan Teknologi Informasi Di Indonesia Tersendat?
Di satu sisi telah terjadi booming yang cukup signifikan di sektor industri dan bisnis telekomunikasi. Namun di sisi lain kondisi tersebut nampaknya belum terdukung oleh keberpihakan dan perhatian yang komprehensif, baik dari pemerintah maupun kalangan industri telekomunikasi dalam negeri di bidang riset dan pengembangan (R&D).
Pemerintah sendiri memandang perlu menyediakan stimulus untuk mendorong inventor dan inovator dalam negeri. Dorongan ini juga dilatarbelakangi oleh keberadaan pengenaan kewajiban penggunaan produk lokal kepada para penyelenggara telekomunikasi yang belum optimal serta untuk merespon keinginan sejumlah Komisi I DPR-RI. Apalagi, pada pertengahan tahun 2005, komisi I DPR RI telah mendesak pemerintah untuk memperhatikan masalah R&D.
Sebenarnya, persoalan utama dari kondisi industri telekomunikasi di Indonesia selain kurang optimalnya R&D, juga diperburuk oleh sejumlah industri manufaktur yang terpuruk. Lebih dari 50% industri tersebut berada dalam keadaan terpuruk, sedang sisanya berada dalam kondisi yang hanya survival. Kondisi ini sangat kontradiktif dengan perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia yang saat ini sedang menanjak potensi bisnisnya.
Fakta mengenai buruknya kondisi perkembangan industri manufaktur nasional dapat terlihat dengan beberapa indikator. Pertama, tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang industri manufaktur berkisar 60% di tahun 2000. Angka ini menunjukkan penurunan jauh dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis ekonomi yang berkisar 80%. Hal ini cukup memprihatinkan, mengingat kontribusi industri manufaktur mencapai 25% dari total perekonomian nasional sebelum krisis terjadi.
Selain itu, kontribusi industri manufaktur telekomunikasi nasional hanya berkisar 3% dari total belanja nasional infrastruktur telekomunikasi sebesar Rp 40 trilyun selama periode 2004-2005. Dari total 3% tersebut, yang merupakan produk asli nasional hanya berkisar di angka 0,1% - 0,7% (IDR 1,2 milyar–IDR 8,4 milyar). Untuk produk CPE (Customer Premise Equipment), pangsa pasar hampir seluruhnya dikuasai produk impor.
Data kemudian menunjukkan perkembangan infrastruktur, khususnya selular, mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sebesar 70% pada periode 2004-2005. Akan tetapi, hal ini belum memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri manufaktur lokal. Belanja infrastruktur komunikasi oleh operator dan belanja CPE oleh pengguna mengalir ke luar negeri. Sementara itu, sebagian besar kepemilikan sejumlah operator telekomunikasi nasional cenderung berada pada pihak asing, sehingga potensi belanja jasa komunikasi oleh pelanggan mengalir ke luar negeri.
Situasi yang tidak kondusif tersebut perlu dicari solusi bersama untuk kembali meningkatkan pertumbuhan industri telekomunikasi nasional yang akan meningkatkan competitive advantages nasional di mata dunia. Salah satu upaya mengatasinya harus datang dari pemerintah, yaitu di antaranya dalam bentuk dukungan regulasi, yaitu melalui standardisasi perangkat yang spesifik Indonesia.
Pemerintah saat ini sedang bekerjasama dengan industri lokal untuk menyusun standar wajib perangkat. Di samping itu dalam proses perizinannya, perlu disyaratkan produk lokal sebesar 30% dan kewajiban invest 20% revenue untuk R&D internal. Semuanya itu perlu monitoring dan regulasi. Sementara dalam procurement, produk lokal akan dijadikan salah satu syarat dalam tender.
Langkah awal yang ditekankan saat ini adalah adanya dukungan penelitian dan pengembangan produk telekomunikasi. Menurut Gatot Dewa Broto, Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel dalam siaran persnya, R&D yang dikembangkan adalah sistem kolaborasi riset strategis, di mana pemerintah akan menginisiasi untuk memberikan cost insentive bagi inovasi dan inkubasi produk.Ditjen Postel dalam program dukungan R&D Produk Telekomunikasi 2007 akan memilih produk atau jasa yang menghasilkan Capex besar dan strategis dan memiliki dampak jangka panjang.
Ruang lingkup yang akan dijadikan sasaran R&D ini meliputi terminal Access (pengembangan Handset, PBX, Set-Top Box), infrastruktur (infrastruktur NGN, infrastruktur telekomunikasi untuk pedesaan, digital broadcasting, infrastruktur 3G, dan infrastruktur wireless broadband), alat pendukung (Power system, Antena, Menara), dan service (Wireless broadband service, RFID based service, 3G/4G service, Internet Telephony). "Oleh Menteri Kominfo Moh. Nuh saat ini program tersebut akan segera direalisasikan," ujar Gatot.
Pemerintah sendiri memandang perlu menyediakan stimulus untuk mendorong inventor dan inovator dalam negeri. Dorongan ini juga dilatarbelakangi oleh keberadaan pengenaan kewajiban penggunaan produk lokal kepada para penyelenggara telekomunikasi yang belum optimal serta untuk merespon keinginan sejumlah Komisi I DPR-RI. Apalagi, pada pertengahan tahun 2005, komisi I DPR RI telah mendesak pemerintah untuk memperhatikan masalah R&D.
Sebenarnya, persoalan utama dari kondisi industri telekomunikasi di Indonesia selain kurang optimalnya R&D, juga diperburuk oleh sejumlah industri manufaktur yang terpuruk. Lebih dari 50% industri tersebut berada dalam keadaan terpuruk, sedang sisanya berada dalam kondisi yang hanya survival. Kondisi ini sangat kontradiktif dengan perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia yang saat ini sedang menanjak potensi bisnisnya.
Fakta mengenai buruknya kondisi perkembangan industri manufaktur nasional dapat terlihat dengan beberapa indikator. Pertama, tingkat pemanfaatan kapasitas terpasang industri manufaktur berkisar 60% di tahun 2000. Angka ini menunjukkan penurunan jauh dibandingkan dengan kondisi sebelum krisis ekonomi yang berkisar 80%. Hal ini cukup memprihatinkan, mengingat kontribusi industri manufaktur mencapai 25% dari total perekonomian nasional sebelum krisis terjadi.
Selain itu, kontribusi industri manufaktur telekomunikasi nasional hanya berkisar 3% dari total belanja nasional infrastruktur telekomunikasi sebesar Rp 40 trilyun selama periode 2004-2005. Dari total 3% tersebut, yang merupakan produk asli nasional hanya berkisar di angka 0,1% - 0,7% (IDR 1,2 milyar–IDR 8,4 milyar). Untuk produk CPE (Customer Premise Equipment), pangsa pasar hampir seluruhnya dikuasai produk impor.
Data kemudian menunjukkan perkembangan infrastruktur, khususnya selular, mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sebesar 70% pada periode 2004-2005. Akan tetapi, hal ini belum memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan industri manufaktur lokal. Belanja infrastruktur komunikasi oleh operator dan belanja CPE oleh pengguna mengalir ke luar negeri. Sementara itu, sebagian besar kepemilikan sejumlah operator telekomunikasi nasional cenderung berada pada pihak asing, sehingga potensi belanja jasa komunikasi oleh pelanggan mengalir ke luar negeri.
Situasi yang tidak kondusif tersebut perlu dicari solusi bersama untuk kembali meningkatkan pertumbuhan industri telekomunikasi nasional yang akan meningkatkan competitive advantages nasional di mata dunia. Salah satu upaya mengatasinya harus datang dari pemerintah, yaitu di antaranya dalam bentuk dukungan regulasi, yaitu melalui standardisasi perangkat yang spesifik Indonesia.
Pemerintah saat ini sedang bekerjasama dengan industri lokal untuk menyusun standar wajib perangkat. Di samping itu dalam proses perizinannya, perlu disyaratkan produk lokal sebesar 30% dan kewajiban invest 20% revenue untuk R&D internal. Semuanya itu perlu monitoring dan regulasi. Sementara dalam procurement, produk lokal akan dijadikan salah satu syarat dalam tender.
Langkah awal yang ditekankan saat ini adalah adanya dukungan penelitian dan pengembangan produk telekomunikasi. Menurut Gatot Dewa Broto, Kepala Bagian Umum dan Humas Ditjen Postel dalam siaran persnya, R&D yang dikembangkan adalah sistem kolaborasi riset strategis, di mana pemerintah akan menginisiasi untuk memberikan cost insentive bagi inovasi dan inkubasi produk.Ditjen Postel dalam program dukungan R&D Produk Telekomunikasi 2007 akan memilih produk atau jasa yang menghasilkan Capex besar dan strategis dan memiliki dampak jangka panjang.
Ruang lingkup yang akan dijadikan sasaran R&D ini meliputi terminal Access (pengembangan Handset, PBX, Set-Top Box), infrastruktur (infrastruktur NGN, infrastruktur telekomunikasi untuk pedesaan, digital broadcasting, infrastruktur 3G, dan infrastruktur wireless broadband), alat pendukung (Power system, Antena, Menara), dan service (Wireless broadband service, RFID based service, 3G/4G service, Internet Telephony). "Oleh Menteri Kominfo Moh. Nuh saat ini program tersebut akan segera direalisasikan," ujar Gatot.
Labels:
news
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comments:
have any informations...i need other informations for my skripsi